Catatan Akhir Tahun Pemerintahan Jokowi : Demokrasi Indonesia Tahun 2021 Hadapi Tantangan Berat

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Bintang Muda Indonesia (DPN BMI) Farkhan Evendi

Oleh : Farkhan Evendhi Ketua Umum DPN BMI

Perjalanan demokrasi di Indonesia selama tahun 2020, penuh warna bahkan onak berduri, ada kekhawatiran mengenai masa depan demokrasi di Indonesia. Meskipun belum mengarah ke otoritarian, demokrasi Indonesia menuju apa yang disebut profesor politik dari Universitas Warwick, Inggris, Colin Crouch, sebagai masyarakat post democracy. Masyarakat yang memiliki dan menggunakan seluruh institusi demokrasi, tetapi demokrasi hanya berkembang di permukaan sebagai formalitas saja.

Bacaan Lainnya
banner 728x250

Dengan pandemi dan resesi ekonomi seperti ini, ada kecenderungan dan dorongan yang seakan-akan melegalkan pemerintah bertindak secara berlebihan dan menafikan demokrasi, dalam penanganan pandemi.

Untuk menghindari hal tersebut, pemerintah seyogianya harus lebih terbuka dalam menerima kritikan dan saran dari berbagai pihak.

Transparansi, kredibilitas, dan kebebasan arus informasi, partisipasi dan kolaborasi kelompok masyarakat sipil secara sukarela, merupakan beberapa unsur penting dalam menangani pandemi yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.

Koalisi masyarakat sipil pun harus melakukan konsolidasi yang lebih optimal, sambil terus mengharapkan parlemen benar-benar menjalankan check and balances, bukan berhenti sebagai pendukung pemerintah saja.

Adapun hal hal lain yang akan kita hadapi ke depan, sebagai pengingat adalah, beberapa ancaman demokrasi Indonesia di tahun 2021.

Pertama, ancaman demokrasi berupa kebebasan sipil dan politik (offline dan online), ruang partisipasi publik yang terbatas karena pandemi, dan konsolidasi aparat keamanan dalam ruang publik semakin meluas.

Kedua, ancaman politik elektoral, berupa kekuatan oligarki dan dinasti politik yang juga terkonsolidasi secara regulasi maupun kompetisi, serta dilemahkannya peluang calon perseorangan.

Ketiga, keterbatasan dalam pengawasan terhadap pemerintah, seperti yang tercermin dalam korupsi bansos oleh Menteri Sosial, Juliari Batubara.

Sebagai gambaran yang terjadi di banyak negara dalam masa pandemi. “Pertama, pemerintah semakin kuat dan melemahkan kelompok oposisi. Kedua, strong leadership yang multitafsir. Ketiga, ada desakan internasional untuk menguatkan kelompok masyarakat sipil.

Disamping itu, salah satu tantangan terbesar tahun 2021 adalah pembahasan revisi UU Pemilu dan Pilkada.

Dari segi kacamata HAM, ada regresi demokrasi di Indonesia. Di samping pemusatan kekuasaan dan pemberangusan oposisi adalah politisasi penegak hukum.

Setelah gagal direformasi, polisi menjadi alat (tools) bagi kekuasaan untuk menekan kritik dan lawan politik dengan menggunakan perangkat hukum. Kewenangan tanpa perimbangan yang dimiliki polisi, semakin hari semakin menguat. Rejim otoriter Orba memiliki tentara sebagai alat pukul utamanya. Bukan tidak mungkin lahirnya rejim otoritarian baru akan disokong oleh alat pukul yang baru ini.

Adapun dari segi kebebasan pers; Pertama, Pers bekerja di bawah ancaman UU ITE yang membuat pers bisa dikriminalisasi, dan serangan dari pihak-pihak anti demokrasi berupa doxing dan hacking.

Hacking kekinian bukan sekedar situs tidak bisa diakses, melainkan usaha menghapuskan dan menambahkan berita. Belum lagi situasi pandemi memunculkan permasalahan ekonomi di industri media.

Kedua, masih adanya pemahaman yang belum seragam di kalangan pers tentang bagaimana media bisa memiliki perhatian, konsistensi dengan sikapnya, menjalankan tugas di tengah masyarakat yang terbelah.

Dalam kasus penembakan anggota FPI misalnya, bagaimana kita bisa melihat enam nyawa yang melayang sebagai isu kemanusiaan, terlepas mereka berbalut baju apa, punya ideologi dan pandangan politik seperti apa. Koridor nilai-nilai kemanusiaan ini yang mesti menjadi pegangan bersama.(Red)

banner 728x250

Pos terkait

banner 728x250